- Back to Home »
- Artikel »
- Alasan Mengapa Orang Jepang Tidak Menggunakan Facebook
Posted by : Unknown
Monday, 24 March 2014
Situs2
jejaring sosial sangat popular di Indonesia dan mengambil porsi penting di
dunia internet Indonesia. Indonesia
termasuk salah satu bangsa yang paling paling aktif menggunakan jejaring
sosial. Sekitar 88.6%-94% populasi internet kita menggunakan situs jejaring
sosial. Di
negara2 lainnya, dari yang maju, berkembang, sampai yang mundur, situs yang
paling banyak diakses selalu konsisten yaitu Google. Situs pencari. Yang
menunjukkan keingintahuan, yang adalah dasar dari tumbuh dan berkembangnya
internet di dunia. But guess what? Di Indonesia beda. Di Indonesia, facebook
menjadi raja. Di Jepang jarang sekali yang aktif menggunakan facebook, kalaupun ada itu hanya sedikit. Hanya sekedar membuka account saja. Yang lumayan aktif biasanya hanya
mahasiswa Jepang yang mempunyai banyak teman mahasiswa asing.
Tahun 2008 Mark Zuckerberg membuat aplikasi bahasa Jepang untuk menarik
lebih banyak peminat FB dari negeri sakura. Ternyata harapan itu tidak
terpenuhi. Memang sebagian besar warga Jepang sangat tidak terbiasa
dengan aplikasi berbahasa Inggris. Tetapi ketika YouTube membuat
aplikasi berbahasa Jepang, berbondong-bondong orang Jepang mengupload
video ke sana. YouTube relativ lebih disenangi dibandingkan dengan FB.
Ternyata bahasa bukan kendali utama bagi menjamurnya FB di Jepang.
Untuk menjadi anggota FB, kita diharuskan mengisi data-data pribadi yang
nantinya dicantumkan kepada orang yang menjadi teman kita. Sementara
YouTube cuma mensyaratkan nama (itupun tidak perlu nama asli) dan alamat
email . Di sinilah masalahnya. Sebagian besar orang Jepang tidak mau
memperlihatkan data dan kehidupan pribadinya kepada banyak orang.
Sebagai contoh, dengan memperlihatkan tanggal, bulan dan kelahiran kita,
dipercaya dapat digunakan untuk mengetahui karakter kita yang sangat
berbahaya apabila digunakan untuk kepentingan tidak baik.
Selain itu, orang Jepang juga tidak terlalu suka menonjolkan jati
dirinya di hadapan orang banyak. Mereka terbiasa hidup berkelompok dan
bekerja juga dalam kelompok. Kita mungkin kenal dengan produk walkman,
tapi kita tidak tahu siapa penemunya, kecuali dari Sony Corpporation.
Juga tamagochi yang terkenal itu, oleh perusahannya, sang penemu
mendapat perlakuan sama dengan pegawai lainnya dan dianggap sebagai
bagian dari kerja kelompok.
Dalam berinternetpun, orang Jepang lebih suka memakai identitas lain
atau bukan nama sebenarnya. Tahun 2005 ada satu kisah nyata tentang
warga Jepang yang bercurhat dalam suatu forum Internet. Pemuda Jepang
tersebut adalah orang yang suka dengan komik (manga), game, animasi dan
bergaya agak aneh. Di Jepang orang seperti ini disebut “otaku”. Dalam
suatu perjalanan di kereta api, dia berhasil menolong seorang wanita
cantik berpendidikan tinggi dari gangguan orang mabuk. Keinginannya
untuk mendekati dan mencintai wanita tersebut dicurahkan dalam sebuah
forum Internet.
Dalam setiap langkah untuk mendekati sang wanita,
dia menceritakannya di forum tersebut. Banyak sekali tanggapan, saran
dan dukungan kepada pemuda tersebut. Kisah ini akhirnya menjadi populer
dan dijadikan sebuah film, sinetron dan komik dengan judul “Densha
Otoko” (Train Man). Sampai sekarang, identitas asli Train Man ini tidak
diketahui.
Selain itu, ada juga rasa mawas diri dari orang
Jepang untuk tidak membagi identitas, foto dan kehidupan pribadinya.
Terutama para wanitanya. Mereka tidak mau diganggu oleh orang-orang
iseng yang mengetahui identitas mereka melalui FB. Pernah juga ada kasus
ketika seorang mahasiswi yang punya blog didatangi oleh pemuda Amerika
yang ingin berkenalan dengannya. Sang mahasiswi menolak dan sempat
terjadi kehebohan di kampus. Sejak saat itu ada himbauan di kampus untuk
tidak membuka kehidupan pribadi melalui blog.
Tapi di Indonesia semua orang ingin mengungkapkan jati dirinya masing2, lewat status2 facebook dan foto2 yang di upload ke facebook, sibuk sekali update status bilang lagi di London, lagi di bulan, di matahari dan tempat2 lain. Sibuk update foto yang menggambarkan kegiatan yang sedang dilakukan, saya sungguh tidak mengerti untuk apa itu semua. Urusan pribadi, aib sendiri, aib keluarga, masalah keluarga, tidak
perlu diceritakan. Juga termasuk status berkeluh kesah, berdoa untuk
urusan personal, dan lain2, lebih baik tidak usah diumumkan. Mau seberapa banyak lagi yang akan kita pamerkan di
jejaring sosial? Pikirkan berkali2 sebelum melakukannya, tanya nurani
terdalam kita. Apakah memang harus? Apakah memang penting?
Jika budaya masih banyak mempengaruhi orang
Jepang untuk tidak sembarangan berinternet, lain halnya di Indonesia. Di Indonesia
banyak yang dengan secara sengaja membagi-bagikan nomor HP, alamat,
nomor PIN BBM dan identitas lainnya di FB mereka. Tanpa disadari,
kalau ada orang yang berniat tidak baik, data-data ini bisa dengan
sangat mudah dimanfaatkan untuk kejahatan.
Ingatlah selalu pesan Bang Napi, kejahatan terjadi bukan karena ada niat pelakunya, tapi juga karena ada kesempatan. Bukankah sudah banyak kasus, seperti penipuan, pemerkosaan dan pembunuhan yang berasal dari kenalan di facebook? Apakah itu semua belum cukup? Dengan mengekspose semuanya di facebook kalian telah membuka kesempatan bagi para pelaku kejahatan untuk melakukan kejahatan.
Post a Comment