Posted by : Unknown Friday 21 February 2014



Jika saya perhatikan sistem sekolah kita itu tidak pernah berusaha mempersiapkan anak-anak untuk menghadapi kehidupan nyata, Masksudnya  begini.

Anak2 kita cuma ditekan oleh sekolahnya hanya untuk bisa dapat SMP yang katanya ”bagus dan unggul”, kemudian saat SMP anak kita di tekan lagi belajarnya hanya untuk dapat SMA yang katanya “bagus dan favorit”, begitu seterusnya saat di SMA Mereka di tekan habis2an agar bisa dapat sekolah di jenjang lanjutan.  Lalu Apakah itu salah ? 

Ya jelas itu salah besar menurut saya, sekolah itu tujuannya bukan itu, bukan hanya untuk memerpsiapkan anak bisa diterima di jenjang lanjutan, melainkan mempersiapkan anak untuk membangun kehidupan atau peradaban yang lebih baik. Jadi tak perlu heran jika setiap kali anak2 yang sekolah tidak sanggup melanjutkan kejenjang berikutnya dan terpaksa harus keluar maka mereka cuma bisa bengong dan stress menghadapi kehidupan nyata. Tidak cuma itu anak2 yang bisa melanjutkan juga terkaget2 dan tidak siap menghadapi kehidupan nyata dan banyak yang stress. Lalu apakah dengan Sekolah informal bisa mengatasi masalah itu ? 

Tentu saja, karena hidup ini bukan hanya sekedar dapat ijazah dan selesai, ujian itukan hanya sesaat saja, sama seperti kita dulu yang belajar ujian hanya pakai sistem kebut semalam dan hasilnya kita semua baik2 saja dan mengantongi ijasah. Jadi untuk apa belajar lama2 kalo hanya untuk ujian dan dapat ijazah. Cukuplah kita latihan menjawab soal2 ujian kalo perlu kita panggil guru privat yang ahli menghadapi ujian nasional. Ijazah hanyalah semacam pasport untuk menuju suatu negara, tapi kemampuan LIVE SKILL yang menentukan selanjutnya, seseorang tidak mungkin bisa bertahan dan hidup di negara tujuan tersebut hanya dengan mengandalkan Passportnya, melainkan ia perlu mengandalkan Live Skill dan Kemampuan Unggul yang dimilikinya. Ingatlah menurut data statistik saat ini kita punya lebih dari 12 juta pengangguran berijazah yang dulunya mereka juga ikut ujian dan dinyatakan lulus. Jadi lulus ujian tidak ada hubungannya dengan lulus ujian di kehidupan sesungguhnya.

Orang tua saat ini sudah mengalami sendiri apa sesungguhnya yang dibutuhkan dalam kehidupan nyata, kita juga sudah tahu bahwa hanya sedikit sekali pelajaran yang dulu kita pelajari itu kita pakai di kehidupan yang kita jalani sekarang, jadi janganlah pelajaran yang mubazir itu di ajarkan kembali pada anak-anak.

Jadi seharusnya kita sekarang secara sadar berdasarkan pengalaman bisa memilih mana pelajaran yang benar2 akan di gunakan oleh anak kelak dan mana yang tidak, ajarkanlah yang benar2 dibutuhkan seperti akhlak, etika moral, kedisiplinan, kerja keras dll, itu jauh lebih penting, Sementara pelajaran menganai menghapal nama2 menteri kabinet, menghapal tugas Lurah, Camat dan sejenisnya tidak perlu di ajarkan, percuma saja saat anak besar menterinya pun sudah ganti. lihat sekarang, banyak sekali kasus anak SD, SMP yang sudah pacaran, bahkan ada yang  merekam dengan sengaja adegan yang tidak pantas dilakukan oleh mereka, entahlah siapa yang mengajari. 

Lalu bagaimana dengan cara bersosialisasi  anak yang memilih sekolah informal ? Memang berapa banyak manusia bersosialisasi secara intens ? coba saya tanya berapa banyak anda punya teman dekat ? paling sekitar 3 sampai 7 orang. Itulah sesungguhnya sosialisasi, meskipun satu sekolah ada 1000 anak ya tetap saja sosialisasi kita cuma pada maksimal 7 sampai 10 orang tersebut sisanya hanya say hello atau malah gak kenal sama sekali atau Cuma kenal muka saja. Memang sosialisasi itu penting, tapi sosialisasi seperti apa dulu, apakah sosilisasi yang sehat membuat anak makin baik, santun atau sosialisasi yang membuat anak makin kasar dan susah di atur dan selalu membanding2kan dengan orang tua teman2nya yang banyak memberikan ini itu.

Apakah sosialisasi yang membuat anak  berhemat dan betah dirumah atau sosialisasi yang membuat anak menjadi boros, memaksa untuk dibelikan gadget seperti teman2nya, suka nongkrong di tempat2 hiburan tidak jelas sampai larut malam dan tidak betah dirumah ?? Hati-hati  saat kita berbicara tentang sosialisasi di kalangan anak dan remaja zaman sekarang.

Sebenarnya ini bukanlah pilihan yang terbaik, tapi ini menjadi pilihan yang terbaik jika tidak ada lagi sekolah yang bisa di pilih dan bisa memahami fitrah seorang anak. Ada beberapa perbedaan menarik saat anak belum sekolah dan ketika sekolah. Sebelum sekolah anak sangat lincah, selalu belajar apa yang diinginkannya dengan gembira, riang. Menggunakan segala sesuatu disekitarnya , yang menarik perhatiannya, anak membangun sendiri pengetahuan dan pemahaman lewat pengalaman nyata sehari-hari. Tapi ketika sekolah anak dipaksa belajar, suasana tegang, seringkali tidak bermakna, seringkali anak belajar sesuatu yang tidak menarik perhatiannya, telah terjadi penjinakan kreatifitas pada anak, makin tinggi kelas anak makin kurang inisiatif dan keberanian untuk bertanya atau mengemukakan pendapat.

Tentu sekolah formal juga memiliki sisi positifnya. Sekolah formal adalah institusi belajar yang di bentuk secara formal oleh pemerintah di semua negara, di jamin oleh undang2 tapi waktu pelaksananya hanya memikirkan eksistensinya sendiri dan bukan untuk menggali fitrah masing2 anak agar setiap anak yang bersekolah bisa menemukan potensi unggulnya dan bukan hanya 3 orang anak dengan peringkat teratas  saja yang dinyatakan berhasil maka sekolah formal akan menjadi institusi yang sangat positif.

Tidakkah kita memperhatikan sekolah memiliki gerbang yang terbuat dari besi, di gerbangnya ada penjaga, tembok tinggi mengelilingi. Kelas-kelasnya tertutup jeruji, hanya menyisakan jendela kecil. Pintu ditutup dari pagi hingga petang, seluruh murid konsentrasi tinggi belajar secara Spartan. Tidakkah kita memperhatikan sekolah2 kita sudah mirip penjara hari ini, yang masuk ke dalam sana harus bayar mahal, entah apa bedanya wajah terpenjara dengan wajah-wajah sedang belajar. Angka adalah pembeda kasta, nilai jelek cari masalah, menghafal mati isi buku sudah biasa, penuh peraturan ujung ke ujung, Ini wajib, itu wajib. Hal2 yang tidak ada di kurikulum pun jadi wajib, terserah 'sipir' bilang apa

Lantas di mana kesenangan belajar itu? ketika yang bodoh sekalipun memperoleh senyum, yang paling lelet sekalipun menerima motivasi. Kepedulian ditumbuhkan, akhlak baik ditanamkan. Tidakkah kita memperhatikan Sekolah2 kita sudah mirip penjara hari ini. Bukan hanya fisiknya saja, tapi juga isi dalamnya. Semua diukur secara kuantitatif, semua dijadikan kompetisi.

Jika seekor anak kura-kura diuji untuk kemampuan berlarinya maka kita akan segera menilai anak kura-kura tersebut sebagai anak bodoh dan dungu di sepanjang hidupnya. Tapi jika yg kita uji adalah kemampuannya dalam menjelajah dan mengarungi samudera yg luas hingga ribuan mil jauhnya dan sanggup kembali ketempat asalnya untuk berkembang biak, maka kita akan terkagum2 oleh kemampuannya. Sungguh Luar Biasa.

Begitulah sistem pendidikan kita yg ada di dunia ini, yg justru menguji anak-anak dibidang yg menjadi kelemahan mereka dan bukan kelebihannya, sehingga sepertinya lebih banyak anak-anak dungu yg telah di Ciptakan Tuhan ketimbang anak-anak yg Jenius.

Kamera Pengawas

Translate

Tambahkan Saya Sebagai Teman

Join My Site

Powered by Blogger.

- Copyright © 2013 Fahmiy4gami's Blog -Metrominimalist- Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -